Sementara ada lakon yang bercerita perihal kekecewaan paska perang, ibarat korupsi, oportunisme politis, pengikisan ideologi, kemiskinan, Islam dan Komunisme, melalaikan penderitaan korban perang, dan lain-lain. Tema itu terungkap dalam lakon-lakon seperti Awal dan Mira(1952), Sayang Ada Orang Lain(1953) karya Utuy Tatang Sontani, bahkan lakon adaptasi, Pakaian dan Kepalsuanoleh Akhdiat Kartamiharja (1956) berdasarkan The Man In Grey Suit karyaAverchenko dan Hanya Satu Kali(1956), berdasarkan Justice karyaJohn Galsworthy. Utuy Tatang Sontani dipandang sebagai tonggak penting menandai awal dari maraknya drama realis di Indonesia dengan lakon-lakonnya yang sering menyiratkan dengan berpengaruh alienasi sebagai ciri kehidupan moderen. Lakon Awal dan Mira(1952) tidak hanya populer di Indonesia, melainkan hingga ke Malaysia.Realisme konvensional dan naturalisme sepertinya menjadi pilihan generasi yang terbiasa dengan teater barat dan dipengaruhi oleh idiom Hendrik Ibsen dan Anton Chekhov. Kedua seniman teater Barat dengan idiom realisme konvensional ini menjadi tonggak didirikannya Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) pada tahun 1955 oleh Usmar Ismail dan Asrul Sani. ATNI menggalakkan dan memapankan realisme dengan mementaskan lakon-lakon terjemahan dari Barat, ibarat karya-karya Moliere, Gogol, dan Chekov. Sedangkan metode pementasandan pemeranan yang dikembangkan oleh ATNI yaitu Stanislavskian.
Teguh Karya |