Apabila isi tarian atau konsep isi tarian bersifat internal, berarti bentuk tarian atau konsep bentuk tarian bersifat eksternal. Artinya yang bersifat internal akan tertangkap oleh kita dengan rasa dan pikiran secara rohaniah, sedangkan yang bersifat eksternal akan tertangkap oleh kita dengan inderawi jasmaniah. Dengan kata lain, isi tarian yaitu konsepsi isi yang tak tampak, dan bentuk tarian yaitu konsepsi yang tampak dan terdengar dari sebuah tarian.
Dengan demikian bentuk tari merupakan manifestasi atau cerminan dari konsepsi tari, dan konsep tari bentuk ini terwujud sebagai elemen-elemen materi obyektif (terlihat dan terdengar) yang saling berafiliasi dan menjadi kesatuan yang utuh sesuai dengan fungsinya.
Secara konsepsional dalam hal konsepsi bentuk tari, di satu pihak berpijak atau mencerminkan konsepsi isi, dan dilain pihak elemen-elemennya terungkap sedikit demi sedikit dan saling mengisi selaras dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan sebuah bentuk karya tari. Bentuk tari terdiri dari penyajian, koreografi, karawitan, rias dan busana serta properti tari.
Sedangkan penyajian tari mengutamakan isi citra tarian, nama tarian, dan juga tatanan yang sudah baku atau mentradisi.Berdasarkan dari pijakan-pijakan itu, maka bentuk penyajian taridapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
.
1. Tari Tunggal
Bentuk penyajian tari tunggal yaitu yang isi gambarannya mengisahkan seorang tokoh dan nama tariannya pun dari nama seorang tokohnya atau julukannya, ibarat tokoh Srikandi, Arjuna dan sebagainya.
Tari Tunggal yaitu tarian yang dilakukan oleh seorang penari. Gerakannya mencapai tingkat kerumitan tertinggi dibandingkan dengan bentuk tari lainnya.
Tari Tunggal yaitu perwujudan koreografi yang khas dan ditarikan oleh seorang penari. Tingkat kerumitan pengungkapannya relatif lebih tinggi dibandingkan bentuk tari lainnya. Kondisi ini dikarenakan dilakukan oleh satu orang penari, sehingga nilai-nilai estetik tarian yang dilakukannya bertumpuhanya kepada seorang penari. Demikian juga tatanan pada gerak tari tunggal mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi, sulit untuk dilakukan secara rampak.
Daya tarik tari Tunggal yaitu daya tarik personal yang dimunculkan oleh koreografer dan kepiawaian penarinya. Koreografi dan penarinya menjadi satu-satunya fokus perhatian, baik bagi pemusik yang mengiringi ataupun penonton yang menyaksikan.
Kekhususan lainnya yaitu keleluasaan wilayah gerak penari yang bisa diolah sendiri menurut kepekaan penarinya, sebagai teladan dalam mengolah ruang (maju-mundur, berputar dan sebagainya), mengatur waktu atau tempo musik (mengolah irama, cepat lambat), mengatur tenaga (kuat-lemah) dan olah rasa/ekspresi (memaknai gerak, tema dan mengintepretasikan isi tari).
Berikut ini beberapa teladan bentuk penyajian tari Tunggal:
a. Tari Golek (Yogyakarta)
Tari Golek yaitu tari yang ditarikan oleh remaja puteri. Pengertian remaja puteri yaitu seorang perempuan yang belum pernah menikah, berumur antara 12 tahun hingga 21 tahun. Masa remaja yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak menginjak dewasa. Pada ketika ini remaja puteri mengalami masa transisi/peralihan dari kanak-kanak ke remaja, sehingga seorang remaja ingin memperlihatkan pribadinya. Dalam masa perkembangan kepribadian seseorang, masa remaja mempunyai arti yang khusus. Dalam rangkaian proses perkembangan, masa ini seseorang tidak mempunyai kedudukan yang jelas. Pada masa inilah remaja mulai mencari-cari atau mulai berfikir wacana potensi pribadiyang akan digunakan sebagai landasan selanjutnya.
Untuk memperlihatkan potensi pribadinya sanggup dilihat pada gerak muryani busana, ibarat ragam tasikan, miwir rikmo, atrap sumping, atrap jamang. Dari gerakan tersebut memberi klarifikasi bahwa muryani busana merupakan gerak yang mempunyai makna orang berhias dan berbusana, dari mulai menggunakan pakaian hingga mengenakan asesoris. Jika dilihat dari struktur geraknya, tari ini didominasi oleh gerak muryani busana. Dari pengkajian yang lebih dalam, ternyata ekspresi gerak ini sangat sesuai dan juga mempunyai makna sebagai penggambaran dunia penarinya (remaja puteri). Pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Diri mereka sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri. Makara sangat tepat kalau esensi tari Golek ini terletak pada gerak muryani busana atau dengan kata lain gerak ini merupakan gerak yang paling representatif.
Penggambaran gerak berbusana di dalam tari Golek tidak sekedar menggandakan orang yang sedang mengenakan pakaian, tetapi di dalamnya mempunyai makna yaitu gerakan mematut diri. Makara pada hakekatnya, berpakaian atau berdandan dipandang bukan sekedar sebagai epilog tubuh, tetapi di sini lebih menonjolkanunsur estetiknya. Ketika unsur fungsi dan keindahan disatukan pada gilirannya akan memberi kesan tepat pada penampilan. Dengan sempurnanya suatu penampilan akan muncul kepercayaan diri, yang pada akibatnya akan muncul kesadaran wacana pribadi dengan segala potensinya. Dengan proses yang panjang dari waktu ke waktu akibatnya akan terbentuk suatu kepribadian. Dengan kata lain kepribadian akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu. Pada masa ini terjadi proses pemantapan secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari perkembangan anak. Pada periode ini anak gadis banyak melaksanakan instropeksi dan mencari sesuatu ke dalam diri sendiri. Yang pada akibatnya ia akan menemukan ”akunya” dalam diri mereka sendiri dengan perilaku keluar pada dunia nyata.
Dengan diketahuinya makna yang lebih dalam dari tari Golek, sanggup diambil kesimpulan bahwa tari golek bukan sekedar sebuah tari yang menggambarkan seorang remaja putri yang sedang berhias diri. Disini tari golek yang dimaknai sebagai tari tunggal putri yang menggambarkan seorang gadis remaja yang sedang berada dalam liminalitas. Dalam upayanya untuk menemukan jati dirinya ia berusaha menumbuhkan rasa percaya diri yang diekspresikan dengan gerakan yang menggambarkan berhias diri. Pencarian jati diri pada hakekatnya yaitu kerja pribadi. Hal ini sejalan dengan tari golek sebagai tari tunggal. Sebagai tari tunggal (yang mulanya yaitu satu-satunya pada tari putri), terang mempunyai keistimewaan bila dibandingkan dengan bentuk tari yang lain.
|
Gambar 34. Tari Golek merupakan teladan tari tunggal |
b. Tari Ngremo (Surabaya)
Tari Ngremo berasal dari tari upacara untuk menghormati tamu agung atau tamu penting dalam suatu pesta. Tarian ini biasa ditarikan oleh seorang penari pria, dalam perkembangannya tari Ngremo sanggup ditarikan oleh beberapa penari laki-laki atupun penari gadis remaja.
Gambar 35. Tari Ngremo dari Jawa Timur |
c. Tari Klana Alus (Yogyakarta)
Tari Klana Alus merupakan tari klasik gaya Yogyakarta yang berasal dari kraton Yogyakarta. Tarian ini pada mulanya hanya digelar/eksis dan dipelajari di lingkungan istana saja. Eksistensi puncak perkembangan tari klasik muncul pada masa pemerintahan Hamengku Buwana VIII tahun 1992 Dalam perkembangannya, tari klasik yang semula hanya digelar/eksis di istana kemudian mulai dikenal dan dikembangkan di luar istana dengan hadirnya organisasi kesenian yang berjulukan Kridho Bekso Wiromo. Setelah berdirinya organisasi seni di luar tembok istana, maka atas ijin Sri Sultan Hamengku Buwono VII, tari klasik diperkenankan diajarkan serta dikembangkan diluar tembok istana.
Tari Klana Alus merupakan salah satu tarian yang diciptakan dan dikembangkan di luar tembok istanaYogyakarata. Pencipta tari Klana Alus yaitu K.R.T. Candraradana, selaku penari, guru tari, dan pencipta tari khususnya tari klasik gaya Yogyakarta. Tari Klana Alus merupakan tari klasik gaya Yogyakarta yang merupakan jenis tari putera halus. Tarian ini menggambarkan seorang raja yang sedang merindukan sorang putri.
Sesuai dengan namanya, maka aksara dan gerak tarinya yaitu gerak putera alus. Ciri khas gerakan tari Klana Alus yaitu gerak ngana/kiprahan, yang diungkapkan lewat gerak muryani busana. Tarian ini menggambarkan orang yang sedangdirundung asmara yang diekspresikan lewat gerakan memakaibusana hingga dengan asesoris.
Tari Klana Alus secara garis besar dibagi menjadi tiga pecahan yang meliputi pecahan pertama maju gending, pecahan dua kiprahan, pecahan tiga mundur gending. Gerakan tari Klana Alus nampak lebih ekspresif dan dinamis, lantaran iramanya terdiri dari beberapa irama, antara lain irama satu dan irama dua. Tari Klana Alus di samping berfungsi sebagai tontonan yang berarti memberi hiburan, rasa senang, dan kenikmatan, juga memberi makna lain. Ditilik dari namanya, tari Klana Alus diilhami oleh seorang raja yang sedang merindukan seorang puteri dan ditarikan oleh laki-laki.
Kerinduan kepada seorang puteri tercermin dalam gerakan muryani busana yang meliputi ragam miwir rikmo, ngilo asta dan sebagainya. Gerakan muryani busana yaitu formasi gerak yang mempunyai makna/isi orang yang sedang berhias dan berbusana, mulai dari menggunakan pakaian hingga mengenakan asesoris. Apabila dilihat dari struktur geraknya, tari Klana Alus didominasi oleh gerak muryani busana. Penggambaran gerak muryani busana di dalam tari Klana Alus ternyata tidak hanya sekedar menggandakan orang yang sedang mengenakan pakaian, tetapi lebih menekankan pada penggambaran orang yang sedang berhias diri.
Gambar 36. Tari Klana Alus dalam posisi gerak atur-atur teladan gerak muryani busana |
Gambar 37. Tari Panji Semirang dari bali |
Gambar 38. Tari Truna Jaya dari Bali |
Gambar 39. Tari Jejer dari Jawa Timur |
d. Tari Gambyong
Menurut tradisi lisan, nama Gambyong bermula dari nama seorang dukun perempuan yang berjulukan Nyi Lurah Gambyong. Dukun itu mengobati orang sakit atau pasiennya dengan cara menari, dan dari dukun perempuan ini berkembang menjadi tarian Gambyong.
Berdasarkan informasi di atas, kiranya sulit untuk memilih pendapat mana yang paling benar mengenai asal nama tari Gambyong. Tari Gambyong menggambarkan seorang gadis remaja yang sedang memperagakan kecantikannya. Tari ini merupakan tari tunggal. Istilah Gambyong berasal dari nama seorang penari ledek yang sangat baik menarinya dan wajahnyayang cantik..
Bentuk sajian tari Gambyong berpijak pada adanya rangkaian gerak yang telah ada, kemudian jumlah rangkaian gerak yang ada telah berkembang menjadi 33 macam. Penari Gambyong pada mulanya mengisi gending yang dibunyikan dengan gerak tari yang dimilikinya. Hal ini sanggup menjadikan saling menguji ketrampilan antara penari dan pengendangnya. Iringan yang digunakan yaitu gending Ageng ibarat Gambir Sawit Pancer Rena dan sebagainya.
Gambar 40. Tari Gambyong merupakan tari tunggal dari Surakarta |
2. Tari Berpasangan
Tari Berpasangan yaitu tari yang isi citra tariannyamengisahkan wacana dua orang tokoh dan nama tariannya pun dari nama kedua tokohnya. Seperti Srikandi mustakaweni dan sebagainya.Tari Berpasangan yaitu tarian yang dilakukan berdua dan sebagian gerakannya berlainan satu sama lain, tetapi antara penari merupakan satu kepaduan yang disebut dengan duet. Bentuk perkembangan lainnya ada yang ditarikan bertiga (trio) dan paduan dari empat penari yang disebut kuartet.
Tari Berpasangan ini yaitu tarian duet, dalam arti keutuhan koreografinya diwujudkan atas adanya interaksi dan perpaduan gerak yang satu sama lain berbeda. Dengan kata lain, keutuhan dan kekuatan koreografinya terwujud dari saling mengisi atau saling melengkapi dari kedua orang penari yang mengekspresikannya. Baik perpaduan dari dua orang penari yang berlainan jenisnya ibarat penari laki-laki dengan laki-laki dan penari perempuan dengan wanita, maupun berlainan jenis yaitu penari laki-laki dengan wanita. Tari pasangan atau duet ini akan terungkap dari sisi kemampuan menjalin kekompakan dalam perpaduan saling mengisi atau saling melengkapi secara harmoni sehingga keutuhan, kekhasan dan kekuatan koreografi tari duet ini terekspresikan dengan sempurna.
Tari Berpasangan yaitu tarian yang dilakukan oleh dua orang penari dengan bentuk gerak yang sama atau berlainan tetapi antar penari mempunyai keterkaitan dalam mewujudkan garapan tarinya.Tari berpasangan dilakukan oleh penari putera dengan puteri atau puteri dengan puteri, bisa juga putera dengan putera. Tari Berpasangan lebih menekankan pada respon antar penari.Tari Berpasangan lebih berorientasi pada keterikatan pola ruang, sehingga kebebasan dalam hal mengolah ruang sedikit agak dibatasi lantaran biasanya pada ruang yang satu dengan yang lainnya telah ditata dengan susunan tertentu. Berikut ini beberapa teladan tari berpasangan yang ada di Nusantara, yaitu tari Arjuna melawan Cakil dari Surakarta, tari Srikandhi melawan Suradiwati dari Yogyakarta, tari Damarwulan Anjasmara dari Jawa Barat, tari Oleg Tambulilingan dari Bali, dan tari Payung dari Sumatra Barat.
Berikut ini teladan tari Berpasangan yang ada beberapa kawasan di Nusantara.
a. Tari Oleg Tamulilingan
Tari ini melukiskan dua ekor kembang madu jantan dan betina yang sedang asyik bercumbu rayu di tanam bunga. Kata Oleg berarti bergerak dengan lembut, luwes dan indah (menari) dan Tamulilingan berarti kumbang madu. Oleg Tamulilingan adalah tari duet atau berpasangan. Namun demikian sering pula tarian ini dibawakan oleh penari perempuan dan salah seorang penarinyaberperan sebagai laki-laki. Materi geraknya banyak bersumber dari gerak-gerak Pengambuhan. Instrumen pengiringnya yaitu seperangkat gamelan Gong Kebyar.
Apabila dicermati busana kedua penari itu gotong royong tak sedikitpun mengesankan bahwa mereka itu memerankan dua ekor kumbang. Demikian pula gerak mereka berdua ketika sedang memadu kasih, sama sekali tidak menyiratkan tingkah laris dua ekor kumbang yang sedang kasmaran. Busana yang digunakan kumbang jantan mengenakan busana yang sama persis dengan tari Kebyar Terompong. Adapun kumbang betina mengenakan busana etika kebesaran perempuan Bali dengan hiasan epilog kepala yang dipenuhi dengan bunga-bunga emas yang indah sekali.
Oleg Tamulilingan diawali dengan tampilnya penari kumbang betina. Kumbang betina yang selalu dibawakan oleh seorang penari gadis manis terlebih dulu menari solo untuk mendemonstrasikan kemampuan teknik tari serta ekspresi wajahnya di atas pentas. Tak lama kemudian tampil kumbang jantan yang seakan-akan menarik hati kumbang betina yang sedang memperagakan kemampuannya menari. Kumbang betina berdiri dan terjadilah tarian duet yang sangat mempesona.
Gambar 41. Tari Oleg Tamulilingan dari Bali |
b. Tari Payung (dari Sumatera)
Tari Payung menggambarkan perkenalan antara cowok dan pemudi di sekitar sungai Tangang. Sungai Tangang yaitu tempat pemandian yang indah di bukit tinggi Sumatera Barat. Naik kereta kuda dalam istilah kawasan setempat dinamakan “Berbendi bendi ke sungai Tangang”. Aktivitas tersebut merupakan kegemaran para remaja putera puteri kawasan Minang pada masa silam. Suasana perkenalan dengan banyak sekali macam variasi diungkap dalam bentuk tari Payung yang merupakan tari berpasangan.
Gambar 42. Tari Payung dari Sumatera |
c. Tari Menak Puteri Rengganis Adaninggar
Golek Menak Puteri berasal dari keraton Yogyakarta yangmerupakan ciptaan Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Golek Menak didasari adanya rasa tidak puas dalam diri Sultan Hamengku Buwana IX terhadap perkembangan tari di keraton Yogyakarta yang hanya begitu-begitu saja. Apabila wayang Wong banyak berkiblat pada wayang kulit yang selalu menampilkan lakon yang diambil dari Wiracarita Mahabarata dan Ramayana, maka dia ingin membuat wayang Wong lain yang lebih mempunyai nilai Islami. Ide penciptaan berawal dari kejadian ketika Sultan menyaksikan sebuah pertunjukan wayang Golek dengan dongeng Menak yang di kiprahkan oleh seorang dalang dari kawasan Kedu pada tahun 1941. Dalam benaknya terbesit aliran apabila wayang kulit telah mengilhami lahirnya wayang Wong di istanaYogyakarta mengalami puncak kejayaan pada tahun 1930 an, apakah mustahil bisa diciptakan wayang Wong yang dongeng serta teknik tarinya berkiblat pada wayang Golek Menak.Golek Menak berarti tari yang menirukan wayang Golek yang membawakan dongeng Menak.
Tarian Rengganis Widaninggar menggambarkan peperangan antara Dewi Rengganis dari Kaparmen melawan Dewi Widaninggar dari negara Tartaripura yang ingin menuntut balas ajal kakaknya yaitu Dewi Medaninggar.
Gambar 43. Tari Menak Putri Rengganis Wedaninggar |
d. Tari Buai-buai (Sumatera)
Tari Buai-Buai yang merupakan tari tradisional yang terdapat di kawasan Pauh Sembilan Lapau Munggu Kecamatan Kuranji, Tari ini menggambarkan seorang ibu yang sedang meninabobokan anaknya. Harfiahnya tari Buai-Buai ini menceritakan atau melambangkan wacana proses pemberian nasehat seorang ibu kepada anaknya yang sedang tumbuh pandai balig cukup akal yang nantinya akan menghadapi proses regenerasi. Tari Buai-Buai ini diperagakan pada waktu upacara etika atau upacara Batagak Penghulu. Upacara tersebut menceritakan tentang proses pergantian atau regenerasi dari yang renta ke yang muda. Kalau dilihat munculnya Tari Buai-Buai pada ketika upacara Batagak Penghulu ada kaitannya dan ada hubungannya dengan proses pergantian atau regenersi untuk masa yang akan datang. Tujuannya yaitu pemberian pesan tersirat kepada anak yang dibuai-buai oleh ibunya.
Tari Buai-Buai kalau dilihat dari bentuk penyajiannya sangat sederhana, bentuk geraknya juga kelihatan sederhana sekali, dimainkan oleh dua orang penari atau lebih yang sedang meninabobokan anaknya sambil bersenandung. Bentuk geraknya berasal dari silat yang berkembang di Daerah Pauh, yang populer dengan silat Pauh. Tari ini disajikan pada waktu upacara Batagak Penghulu saja. Akhir-akhir ini eksistensi tari Buai-Buai sangat memprihatinkan lantaran tarian ini sudah mulai punah. Hal ini diakibatkan lantaran kehidupan masyarakat yang semakin berkembang dan mengalami perubahan. Perkembangan pikiran dan pandangan masyarakat yang mengalami perubahan telah mensugesti eksistentsi tari Buai-Buai tersebut. Keberadaan tari Buai-Buai berasal dari masyarakat dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat, serta milik masyarakat yang mengungkapkan tata kehidupan masyarakat Pauh Sembilan. Semakin berkembang pikiran dan pandangan masyarakat terhadap kehidupannya, tatanan sosialnya, maka lama-kelamaan tingkat kepedulian masyarakat terhadap eksistensi tari Buai-Buai tersebut bisa punah, yang pada akibatnya hilang.
Begitu juga kalau dilihat dari segi fungsinya, semakin berkembangpikiran masyarakat, maka berubah pula tatanankehidupan masyarakatnya, otomatis tari Buai-Buai juga mengalami perubahan. Pada awalnya makna yang terkandung di dalamnya sangat kental dengan nilai-nilai budaya yang ada di kawasan itu,tetapi ketika ini sebagian masyarakat kurang mempedulikannya lagi, bahkan makna tersebut cenderung hilang dari penampilannya, yang pada akibatnya hanya sekedar seremonial saja. Begitu juga kalau dilihat dari bentuk penyajiannya semula mengutamakan sifat sakral dan religius, dan sangat komunikatif dengan orang yang menontonnya, tetapi ketika ini terkesan dihilangkan.
Di bawah ini teladan nama ragam gerak tari Buai-buai
Gambar 44. Ragam gerak Rantak Kudo |
Gambar 45. Ragam gerak sembah penutup |
e. Tari Bambangan Cakil (Surakarta)
Tari Bambangan Cakil menggambarkan peperangan antara lambang kebenaran dalam bentuk Bambangan melawan lambang kejahatan yang berbentuk raksasa Cakil. Tokoh Bambangan ini sanggup digambarkan dengan kiprah Arjuna, Abimanyu dan sebagainya.
Gambar 46. Tari Bambangan Cakil dari Surakarta |
f. Tari Saputangan (Maluku)
Tari Saputangan yaitu tari tradisional dari Maluku yang ditarikan oleh laki-laki dan perempuan yang berpasang-pasangan tanpa bersentuhan tubuh ataupun berpegangan tangan dan masing-masing penari memegang saputangan. Penari laki-laki dan perempuan pada pecahan awal menari dalam koreografi kelompok, masing-masing membawa selembar saputangan di asisten mereka.
g. Tari Mandau (Kalimantan)
Tari ini merupakan tarian dari suku Dayak Kalimantan. Tarian ini merupakan tarian yang menceritakan wacana pertempuran di medan perang. Maksud tarian ini adalah untuk mempertunjukkan kekuatan dalam berperang.Tarian ini juga sering dipentaskan untuk memperlihatkan seorang anak laki-laki yang sudah matang atau dewasa. Sebagai bukti bahwa ia sudah mencapai kedewasaannya yang matang dia harus memperlihatkan kebolehannya atau kemahirannya membunuh musuh dengan senjata. Kata mandau berarti senjata yaitu semacam pedang yang unik dari suku Dayak Kalimantan.
Tarian ini ditarikan secara berpasangan dan masing-masing penari membawa mandau di tangan sebelah kanan dan perisai panjang dengan dekorasi yang indah di tangan sebelah kiri.Instrumen pengiringnya sangat sederhana yaitu hanyamenggunakan alat petik semacam gitar.
h. Tari Serampang Duabelas (Sumatera)
Tarian ini ditarikan oleh laki-laki dan perempuan dan dilakukan secara berpasangan. Kata serampang yaitu variasi bunyi dari kata cerancang yang berarti pecahan dari variasi suara, sedangkan dua belas memperlihatkan anggota yang agak banyak.Selanjutnya dari tarian cerancang berubah menjadi tari Serampang Dua Belas yang artinya dengan beberapa variasi gerakan. Gerakan tarian ini dimulai dari gerakan yang lamban, perlahan-lahan kemudian bertambah cepat, dinamis dan bangga ria. Tarian ini menggambarkan percintaan antara cowok pemudi atau tari sosial untuk saling mengetahui keadaan masing-masing.
i. Tari Gending Sriwijaya (Sumatera)
Apabila ditinjau dari nama tarian, Gending Sriwijaya berasal dari gending/lagi yang mengiringinya. Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan merupakan asal dari kelahiran dari tari Gending Sriwijaya. Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian istana yangbiasanya ditarikan oleh dua, empat penari perempuan atau lebih. Para penari berpakaian sangat indah, berikat kepala yang anggun dan menggunakan kuku emas gemerlapan yang sangat panjang. Tari Gending Sriwijaya hanya dipertunjukkan pada upacara-upacara resmi yakni pada waktu pertemuan untuk merundingkan sesuatu yang sangat penting dari raja Sriwijaya dengan segenap hulu balangnya di Balairung.
Perundingan didahului dengan upacara mamah pinang. Satu orang penari membawa kotak/tempat pinang, sedangkan tiga orang penari lainnya membawa membawa perlengkapan lainnya. Para penari menari dengan membawa perlengkapan tersebut di depan raja. Jika raja telah mengambil pinang dan memamahnya, maka penari satu per satu meninggalkan Balairung. Hal ini berarti negosiasi resmi segera dimulai. Tarian Gending Sriwijaya yaitu sebuah tarian yang sangat indah dan penuh dengan gerakan-gerakan jari lentik yang menarik, lebih-lebih dengan menggunakan kuku panjang dari emas imitasi gemerlapan.
j. Tari Mak Inang Pulau Kampai (Sumatera)
Tarian ini menggambarkan percintaan seorang insan biasa dengan seorang bidadari dari kahyangani. Cerita ini sama dengan dongeng Rajapala di Bali dan Jaka Tarub di Jawa. Dikisahkan seorang bidadari dari kahyangan sedang mandi di sebuah telaga di sebuah gunung. Pada ketika bidadari tersebut sedang asyik mandi air yang sejuk dan jernih, tiba-tiba datanglah seorang jejaka yang jatuh hati padanya, kemudian ia mencuri pakaian bidadari itu. Setelah mandi bidadari akan mengenakan pakaiannya, namun sangat terkejut lantaran pakaiannya sudah tidak ada di tempat (hilang). Ia sedih dan menangis tersedu-sedu. Seorang jejaka ganteng tiba dan menyampaikan bahwa pakaiannya ada padanya dan ia mau mengembalikan pakaiannya kalau bidadari itu bersedia menjadi istrinya. Bidadari itu tidak punya pilihan kecuali menyetujuinya.
Setelah pakaiannya didapatkann kembali, bidadari menyampaikan pada suaminya bahwa sudayah saatnya ia pulang kembali ke kahyangan. Dan ia berharap bisa bertemu kembali pada lain kesempatan, selanjutnya ia terbang ke angkasa danmeninggalkan suaminya yang bersedih lantaran ditinggalkan olehistrinya tercinta.
Gambar 47. Tari Mak Inang Pulau Kampai merupakan bentuk penyajian tari berpasangan |
Gambar 48. Tari berpasangan dengan garapan tari kreasi gres yang merupakan pengembangan dari gerak-gerak tari tradisi |
Gambar 49. Tari pergaulan antara cowok dan pemudi, merupakan bentuk penyajian tari berpasangan. |
Gambar 50. Tari berpasangan dengan mengambil tokoh dalam dongeng pewayangan yang bersumber dari epos Maha barata yaitu Gatutkaca dan Pergiwo dengan penyajian tari gaya Surakarta. |
k. Tari Srikandi Mustakaweni
Tarian ini menggambarkan tokoh Srikandi dengan Mustakaweni. Srikandi yaitu tokoh pewayangan puteri yang berwajah manis dan memikiki kepandaian berperang, dan ia termasuk sebagai salah satu istri Arjuna. Adapun Mustakaweni yaitu seorang puteri manis dan kakaknya yaitu seorang raja yang berwujud Danawa.
Dalam kisahnya, Mustakaweni mendapat kiprah dari kakaknya untuk pergi ke Amarta dan pulangnya harus membawa Pusaka Layang Jamus Kalimusada yang ketika itu dititipkan oleh raja Amarta kepada permaisurinya yaitu Dewi Drupadi. Sebelum menuju Amarta ia beralih rupa menjadi Gatotkaca, lantaran ia berencana untuk melaksanakan kecerdikan kancil semoga terhindar dari peperangan. Setibanya di Amarta ia bertemu dengan Srikandi yang ketika itu sedang berlatih perang dengan para Wadyabala, ia bertanya di mana Dewi Drupadi berada, dan Srikandi kemudian memberitahukan bahwa Sang Dewi berada di Keputren.Setelah Gatotkaca palsu pergi menuju Keputren, barulah Srikandi sadar tertipu dirinya lantaran mustahil Gatotkaca tidak mengetahui eksistensi Sang Dewi, sehingga ia yakin bahwa itu yaitu orang jahat yang menyamar. Oleh alasannya yaitu itulah ia pun segera menyusul ke Keputren.
Di Keputren kerajaan Amarta Dewi Drupadi kedatangan Gatotkaca palsu yang berpura-pura mendapat kiprah dari sang raja untuk mengambil pusaka, dan sang dewi menyerahkannya. Di tengah perjalanan Gatotkaca palsu tersusul oleh Srikandi, dan terjadi perkelahian, namun Gatotkaca palsu tertusuk panah sakti Srikandi dan kemudian beralih kembali wujudnya menjadi Mustakaweni. Selanjutnya terjadi perang tanding antara Srikandi dengan Mustakaweni.
Gambar 51. Peran Srikandi dengan perilaku gerak ulap-ulap dalam tari Srikandi melawan Suradiwati, merupakan tari berpasangan. |
3. Tari Kelompok
Bentuk penyajian tari kelompok isi tariannya menggambarkan atau mengungkapkan sekelompok yang jabatannya sama, dan nama tariannya berdasarkan dari nama jabatannya atau aktivitasnya, contohnya :
a. Menggambarkan para penari putri keraton yang menghibur raja.
b. Menggambarkan para prajurit yang sedang berlatih perang dengan menggunakan senjata.
Tari kelompok, yaitu tari yang dilakukan oleh lebih dari seorang penari dengan gerakan-gerakan yang seragam (rampak). Untuk memenuhi keseragaman gerak maka akan terjadi penyederhanaan gerak, atau sudah ditata sedemikian rupa sehingga tingkat kerumitannya tidak terlalu menyulitkan untuk dilakukan seragam.
Kekhasan dan kekuatan koreografi tari rampak atau masal ini yaitu dimana setiap perilaku dan gerak dari keseluruhan koreografi diungkapkan oleh jumlah penari yang banyak (minimal dua orang atau lebih) dengan perwujudan yang sama atau seragam. Sisi kesulitan bagi para penari di sini yaitu harus bisa menjalin kekompakan/harmoni dan kejelian mengekspresikan seluruh anggota tubuhnya sehingga menjadi seragam hingga detail-detailnyaTari kelompok bisa dilakukan dalam jumlah yang sedikit (kelompok kecil) dengan jumlah penari 3, 5, 10, dan 15 orang, sedangkan kelompok besar terdiri dari 15 orang hingga dengan ratusan orang (kolosal). Kategori besar dan kecil tergantung pada ruang yang digunakan.
Tari kelompok koreografinya selalu mempertimbangkan detail gerak yang cenderung tidak terlalu rumit kalau dibandingkan dengan koreografi tari tunggal. Gerakan-gerakan yang terlalu rumit biasanya akan menyulitkankekompakan penari, lantaran kekompakan dankeserempakan penari menjadi pecahan penting dalampenampilan tari kelompok.
Aspek yang ditonjolkan pada tari kelompok yaitu kekayaan dan variasi pola lantainya. Bahkan dalam bentuk yang massal atau kolosal, pola-pola lantainya sering berbentuk konfigurasi. Tari kelompok biasanya membawakan tema tertentu atau sanggup pula membawakan suatu dongeng (lakon). Pergelaran tari kelompok dengan menyajikan lakon memerlukan media penyampaian semoga sanggup terang diikuti jalan dan isi ceritanya. Media penyampaian dalam tari kelompok ini berupa obrolan yang diwujudkan dalam bentuk gerak, dalam bentuk vokal (seni suara) dan dalam bentuk bahasa percakapan.
Yang termasuk tari tanpa obrolan contohnya sendratari Ramayana dan bentuk-bentuk sendratari lainnya. Yang termasuk bentuk tari kelompok berdialog vokal contohnya langendriyan, dan yang termasuk tari kelompok berdialog prosa contohnya wayang wong. Berikut ini beberapa teladan bentuk peyajian tari kelompok di wilayah Indonesia,
a. Tari Pajoge (Sulawesi Selatan)
Tari Pajoge merupakan tari tradisional etnis Bugis, yang ditarikan oleh dua belas penari perempuan yang
berumur sekitar 15 tahun. Busana penari menggunakan kain sarung tenunBugis, dan baju pakambang pada
bahu sebelah kanan atas dan menggunakan kipas. Perhiasan kepala berupa jungge. Biasanya tarian ini dipentaskan di istana kerajaan Bone. Tarian ini dipentaskan pada upacara-upacara tradisionil ibarat pada upacara pernikahan, menghibur raja dan permaisuri raja, dan upacarapertama kali potong gigi.
Gambar 52. Tari pajoge tari istana dari kerajaan Bone Sulawesi Selatan, merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
b. Tari Pakarena (Sulawesi Selatan)
Tari ini sebagai tari pemujaan yang berkembang di istana kerajaan Gowa, fungsinya pada waktu itu sebagai tari upacara etika ibarat pembersihan benda kerajaan, ijab kabul raja, sunatan, masuk rumah atau naik rumah.
Dengan berkembangnya jaman tarian ini berubah fungsi menjadi tari pertunjukan hiburan. Tarian ini biasa ditarikan atau dipentaskan untuk menjemput tamu yang dimuliakan atau upacara pesta etika perkawinan.
Jumlah penari 12 orang yang berumur sekitar 9 hingga 14 tahun. Tarian ini menggunakan sarung dan baju rawang dan masing-masing penari membawa sebuah kipas ditangannya. Tarian ini berasal dan berkembang di rumpun kawasan Gowa yang meliputi pula kawasan Bansaeng, Jeneponto, Makasar, Takalar dan Selayar.
Iringan pada tarian ini meliputi, gendang, katto-katto, dan pui-pui. Tata busana Tari PakarenaBaju bodo merah dan hijau, warna merah mempunyai arti simbolis yaitu bahwa salah satu dari bapak atau ibu adalahseorang bangsawan. Warna hijau mempunyai arti aristokrat penuh. Sarung tope (rok putih) dan celana tope.
Aksesoris
- Tambah (gelang kecil)
- Ponto labbu
- Bangkara (anting)
- Rante labba (Kalung lebar)
- Bando (hiasan kepala)
- Kolara (kalung panjang)
- Pinang goyang (hiasan kepala disanggul)
- Kutu-kutu (hiasan kepala)
- Bunga nigubah (kembang sanggul)
- Simboleng patinra (sanggul tradisi)
- Sima tayya (hiasan di lengan)
Gambar 53. Tari Pakarena dari Sulawesi Selatan Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
c. Tari Pattudu (Sulawesi Selatan)
Tari Pattudu ditarikan oleh 10 hingga 16 orang wanita. Penari perempuan menggunakan baju yang bahannya tipis. Semua penari menggunakan kipas dan selendang panjang yang indah. Tarian ini dipentaskan pada upacara-upacara penting di istana saja ibarat upacara perkawinan, potong gigi, upacara menaruh anak ditempat timangan (tempat berayun) dan sebagainya. Instrumen pengiringnya terdiri dari dua buah gendang, sebuah gong dan sebuah seruling. Tarian ini dimulai dari menyanyi terlebih dahulu, sesudah itu disusul dengan beberapa gerak tari kemudian musik mengiringi tarian tersebut dan selanjutnya penari menarikan tari Puttudu.
Gambar 54. Tari Pattudu dari Sulawesi Selatan Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
d. Tari Pagellu (Sulawesi Selatan)
Tarian ini merupakan tari upacara etika etnis Toraja.Pagellu yaitu salah satu cara memuja kepada Tuhan yang memberi hujan, memelihara segala tanaman, binatang piaraan, menolak wabah penyakit, dan sebagainya. Pagellu erat sekali hubungannya dengan kepercayaan masyarakat Toraja. Pagellu yaitu cara untuk menjadikan rasa keindahan, rasa pemujaan dan rasa bangga dalam bentuk gerakan tubuh terutama gerakan tangan dan jari tangan.
Puang Matuo ( Allah yang Maha Esa) berada pada tempat yang tertinggi dan kekuasaannya mengatur dunia, insan tiba kepadanya dengan sembah sujud dan bertobat, memberikan permohonan dan ucapan terima kasih.Tuhan dipuji dengan Rambu Tuka dengan banyak sekali macam upacara ibarat Maro, Malena Suru dan semuanya memerlukan pemujaan lahir batin yang mendalam. Salah satu pemujaan lahir yakni dengan mempersembahkan binatang (hewan) yang dinamakan “Malo Bulanna Du Ding Patodingana”. Dalam kehidupan masyarakat Toraja, Pagellu meliputi kejadian di sawah, menabur bibit, mengawasi padi, menghalau pipit, mengenyahkan hama penyakit yang merusak tanaman. Tarian ini pada umumnya ditarikan oleh tiga orang anak penari wanita.
Gambar 55. Tari Pagellu dari Sulawesi Selatan Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
e. Tari Pasambahan (Bengkulu)
Tari Pasambahan yang merupakan tari selamat tiba dibawakan oleh empat orang penari perempuan yang berbusana seragam. Mereka mengenakan, baju berwarna kuning, berbaju lengan panjang hitam, serta mengenakan kain hiasan kepala yang sangat bagus.
Semula mereka menari dengan gerak-gerak yang sangat feminim, akan tetapi sesudah tempo ansembel talempongmeningkat menjadi cepat, mereka mulai bergerak dengan menggunakan unsur-unsur gerak pencak silat yang sangat dinamis.
Berkali-kali keempat penari itu mengatupkan kedua belah tangan mereka di depan dada sebagai tanda penghormatan. Di simpulan tarian ini seorang penari membawa sebuah carano atau wadah yang berisi daun sirih. Para tamu, terutama dideretan terdepan dipersilakan mengambil daun sirih yang di gulung dan mengunyahnya.
Upacara mengunyah daun sirih pada masyarakat Minangkabau merupakan lambang penghormatan kepada tamu sebagai tanda persahabatan serta saling menghargai.
Gambar 56. Tari Pasambahan Merupakan bentuk peyajian tari kelompok |
f. Tari Piring (Padang)
Tari Piring merupakan tarian tradisional yang berasal dari Sumatera Barat. Tarian ini menitik beratkan pada permainan piring-piring yang diletakkan di atas kedua telapak tangan pada masing-masing penari dan digerakkan ke segala penjuru, termasuk gerakan-gerakan berputar dengan tempo yang sangat cepat, serta diketuk-ketuk dengan jari-jari bercincin hingga menghadirkan bunyi tik, tik, tik.... yang sangat menarik. Adegan menginjak-injak pecahan beling yang banyak ditampilkan pada tari piring biasa disajikan di Medan Nan Balindung di Bukittinggi.Tari Piring biasanya dipertunjukkan pada banyak sekali upacara etika ibarat misalnya Batagak Pangulu, sesudah panen usai, perhelatan perkawinan, khitanan, turun mandi dan sebagainya. Tarian ini selalu ditampilkan dalam koreografi tari kelompok berpasangan, bisa hanya dilakukan oleh dua orang penari hingga 10 orang penari. Dahulu tari piring apabila dipertunjukkan untuk meramaikan sebuah upacara pada malam hari, dimulai dari pukul 20.00 hingga pukul 4.00 pagi. Tarian ini dahulu selalu dibawakan oleh para penari laki-laki dan perempuan yang mengenakan busana yang terdiri dari celana galembong berwarna hitam yang longgar, baju lengan panjang berwarna hitam yang longgar, destar atau ikat kepala berwarna merah serta ikek atau ikat pinggang yang berwarna merah pula.
Penyelenggaraan pertunjukan di adakan di rumah Godang. Tarian ini diiringi oleh ansambel musik Minangkabau tradisional yang terdiri dari seperangkat canang dasar dua buah, canang paningkah dua buah, pupuik batang padi sebuah, serta sebuah gendang bermuka dua.
Gambar 57.Tari piring Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
g. Tari Saman (Aceh)
Tari Saman dari Aceh merupakan tari tradisional yangdibawakan oleh sebelas orang penari, terdiri dari lima penari laki-laki dan enam penari wanita. Desain lantai diolah sangat bervariasi, semula kesebelas penari itu duduk dalam formasi dua deret, dan kemudian sesudah akan menghadirkan bermacam-macam garapan gerak, mereka mulai berganti ke formasi satu deret. Walaupun hanya dibawakan dalam posisi duduk, akan tetapi lantaran olahan gerak torso, kepala, lengan serta permainan komposisi serempak, selang seling, bergantian, serta pergantian level yang cepat sekali, tari Saman bisa menghadirkan daya tarik yang luar biasa.
Di Aceh istilah Saman selalu dikaitkan dengan sebuah tari kelompok yang sangat populer yaitu tari Seudati. Para pakar tari menyampaikan bahwa tariSeudati berasal dari Saman yang dalam bahasa Arab kata Saman berarti delapan. Dikatakan Seudati dari Saman lantaran penari Seudati yang sesungguhnya berjumlah delapan orang. Selain delapan penari itu ada dua orang laki-laki muda yang berfungsi sebagai penyanyi. Kedua anak muda disebut Aneuk Seudati yang berarti Seudati anak-anak.
Tari Saman di Aceh diilhami oleh permainan anak-anak, dan di pulau Jawadisebut dengan keplok ame-ame. Garapan tari yang selalu dilakukan dalam posisi duduk ini banyak menghadirkan tepuk tangan serta tepuk dada yang sangat cepat. Saman bisa dilakukan oleh penari laki-laki saja atau penari wanita, dan bisa juga dilakukan adonan yaitu penari laki-laki dan penari wanita.
Gambar 58. Tari Saman dari Aceh Merupakan bentuk peyajian tari kelompok |
Sendratari secara harfiah berarti seni drama tari. Istilah ini diusulkan oleh seorang dramawa berjulukan Anjar Asmara. Nama Sendratari ini hingga kini digunakan untuk menyebut drama tari Jawa tanpa obrolan verbal.
Sendratari Ramayana merupakan cetusan gagasan dari G.P.H. Jatikusumo, salah seorang tokoh seniman dari kalangan aristokrat di Surakarta. Sendratari Ramayana ini untuk pertama kalinya dipentaskan di panggung Roro Jonggrang Prambanan tahun 1961. Sejak itu lahirlah banyak sekali sendratari di beberapa kawasan ibarat di Jawa Timur dan sebagainya.Gagasan G.P.H. Jatikusomo ini diilhami oleh tari-tarian di candi Angkor Walt di Kamboja, kemudian dipadukan dengan relief di candi Prambanan sehingga terciptalah sendratari Ramayana.
Dalam penciptaan sendratari Ramayana ini ada tiga hal yang dijadikan pokok dasar yaitu:
- Bentuk sendratari tidak memerlukan obrolan dalam bentukvokal maupun prosa. Bentuk obrolan dalam wujud gerak merupakan bahasa yang universal, yang memungkinkan setiap orang sanggup menangkap apa yang dimaksud.
- Bentuk panggung terbuka yang memungkinkan untuk mempertunjukkan segala sesuatunya semaksimal mungkin dan mendekati kenyataan. Dengan terwujudnya kiprah yang terdapat dalam epos Ramayana semaksimal mungkin, akan mempermudah penumbuhan daya delusi atau daya khayal pada penonton.
- Pengambilan epos Ramayana merupakan sajian yang lebih sanggup dimengerti oleh bangsa-bangsa lain terutama di Asia.Wiracarita Ramayana ditulis oleh seorang pujangga yang berjulukan Valmiki, namun menurut penelitian bahwa Wiracarita ditulis oleh Valmiki. Kemudian dongeng Ramayana di Indonesia ditulis dalam bentuk sastra oleh seorang pujangga berjulukan Yogiswara yang mengubah Kakawin Ramayana yang merupakan karya sastra Jawa Kuna tertua.
Kemudian sesudah itu Rama meninggalkan tempat tinggalnya, pergi jauh ke hutan, hingga di luar jangkauan daripara kerabat dan rakyatnya. Bersama dengan Sita dan Leksmana, ia menemukan sebuah tempat pengasingan yang dihuni oleh para pertapa serta orang-orang suci, termasuk Agastya yang memberi sebuah busur panah sakti. Kemudian Rama menetap di hutan Pancawati, dengan derma Leksmana mereka membangun sebuah gubuk. Dikisahkan pula dalam Sendratari tersebut Sarpakenaka adik perempuan raja raksasa Rahwana, ketika sedang melanglang di hutan bertemu Rama dan jatuh cinta kepadanya, serta mencoba untuk mendapat Rama, tetapi Rama menolaknya dan ketika ia berpaling ke arah Leksmana, sang ksatria memacung hidung dan indera pendengaran Sarpakenaka. Sarpakenaka lari menuju ke kakaknya. Rahwana berniat membalas dendam atas perbuatan Rama tersebut dengan memerintahkan abdinya yaitu Marica untuk berubah menjadi seekor Kijang Kencana. Sita terpesona oleh penampilan Kijang Kencana itu dan meminta Rama untuk menangkapnya meskipun sudah diperingatkan oleh Leksmana. Rama mendapat kijang itu dengan meninggalkan Sita dibawah pengawasan Leksmana. Tiba-tiba mereka mendengar teriakan simpulan dari Marica. Demi mendengar teriakan tersebut, Sita bersikeras untuk menyelamatkan Rama sendirian.Rahwana tampil menyamar sebagai seorang Brahmana yang sedang meminta-minta. Rahwana membujuk Sita untuk meninggalkan Rama serta membawanya pergi ke angkasa dan ketika tiba di angkasa wujud Rahwana berubah menjadi makhluk yang menakutkan yaitu jumlah kepala dan lengan yang banyak. Kemudian muncul seekor burung gagak yang gagah berani berjulukan Jatayu, tetapi dia gagal menyelamatkan Sita dalam peperangan tersebut. Jatayu terluka parah melawan Rahwana dan sebelum meninggal dia menceritakan wacana penculikan tersebut kepada Rama.
Pencarian Sita dilakukan oleh Rama dan Leksmana dengan melewati hutan belantara serta pegunungan Nilgiri, tetapi perjuangan tersebut gagal, Rama tidak mendapat jejak Sita. Dalam pencarian tersebut, Rama bertemu dengan seekor monyet putih yang berjulukan Hanuman. Hanuman mengajak Rama untuk menemui rajanya yaitu Sugriwa yang tahtanya telah dirampas oleh kakaknya sendiri yaitu Subali.
Rama membantu Sugriwa untuk mendapat kembali tahtanya dengan membunuh Subali yaitu dengan sebuah tembakan panah selagi kedua monyet bersaudara itu berperang. Sebagai tanda terima kasih, Sugriwa menawarkan bantuannya kepada Rama. Ia memerintahkan tentara keranya untuk mencari Sita ke empat penjuru dunia. Tentara itu pergi ke selatan dengan dipimpin oleh Hanuman, Rama dan Laksmana mengikutinya.Setelah mengalami banyak petualangan serta kunci pencarian didapatkan dari seorang saudara burung Jatayu yang berjulukan Sempati, mereka hingga ke pantai yang berseberangan dengan Alengka. Dengan loncatan yang berani dengan menyeberangi laut, Hanuman mendarat di Alengka. Akhirnya ia hingga di taman Argasoka dan ia menemukan Sita. Kemudian Hanuman membuat kegaduhan di Alengka. Para raksasa menangkap Hanuman dan membakarnya namun Hanuman sanggup membebaskan diri.
Pada akibatnya Rahwana terbunuh oleh Rama dengan sebuah anak panah. Rama dan Sita dipertemukan kembali.
Wiracarita Ramayana di Jawa ada beberapa versi, tetapi yang digunakan dalam garapan sendratari yaitu serat atau versi Rama karya Yasadipura. Pemilihan serat atau versi Rama melalui suatu pertimbangan, bahwa karya inilah yang lebih cocok bagi orang Jawa, dan jalan ceriteranya tidak berbelit-belit. Semula Wiracarita yang panjang itu dibagi menjadi 6 episode yaitu:
- Episode 1 hilangnya dewi Sinta
- Episode 2 Anoman duta
- Episode 3 Anoman obong
- Episode 4 Pembuatan jembatan menuju ke Alengka
- Episode 5 Gugurnya Kumbakarna
- Episode 6 Sinta obong
Langendriyan merupakan dramatari yang diangkat dari epos dongeng Damarwulan. Dialog yang digunakan dalam Langendriyan diwujudkan dalam bentuk vokal (tembang) yang eksklusif dibawakan oleh penari.
Di dalam Langendriyan terdapat seorang dalang sebagai pengarah dongeng dan sebagai penghidup dongeng pada saat-saat tertentu, contohnya ketika tegang, ketika sedih dan sebagainya. Langendriyan diciptakan oleh Mangkunegara IV pada era XIX dan terus dipelihara hingga kini di kalangan istana.Legenda Damarwulan dihubungkan dengan kerajaan Majapahit ketika kerajaan itu diperintah oleh seorang raja puteri yaitu Dewi Suhita, yang selama pemerintahannya terjadi sebuah perangdengan kerajaan Blambangan. Nama satria Cahaya Bulan serta musuhnya Menak Jingga atau ksatria merah (yang senjata saktinya yaitu besi kuning).
Tokoh utama dalam roman Damar Wulan yaitu sebagai berikut:
- Prabu Kenya, Raja puteri dari Majapahit (juga dikenalsebagai Ratu Kencana, Kencana Wungu, puteri raja Brawijaya yang meninggal tanpa pewaris laki-laki).
- Patih Logender atau perdana menteri, yaitu seorang laki-laki yang ambisius serta tak sabaran yang menggantikan kakaknya yaitu ayah Damar Wulan, yang mengundurkan diri ke sebuah pertapaan sesudah ajal raja Brawijaya.
- Layang Seta dan Layang Kumitir, putera-putera Logender yang sombong dan dengki.
- Dewi Anjasmara, putri Logender yang manis dan menjadi istri Damar Wulan.
- Damar Wulan, seorang cowok mempesona yang luar biasa, kemenakan dari perdana menteri, dan dibesarkan di pertapaan kakeknya.
- Menak Jingga Kasatria merah, Raja Blambangan, yang menginginkan sekali mempunyai raja puteri.
- Dewi Wahita dan dewi Puyengan dua orang putri rampasan di istana Menak Jingga.
- Sapdopalon dan Nayagenggong, abdi serta penjaga setia Damar Wulan dan bekas pengawal ayahnya.
Cobaan pada Damar Wulan di mulai ketika mengikuti nasehat kakeknya. Ia meninggalkan pertapaan dan mengadakan perjalanan ke istana Majapahit untuk mencari pekerjaan pada jamannya patih Logender. Damar Wulan selalu diperlakukan tidak semestinya. Patih Logender mulai mengetahui harapan Damar Wulan untuk mengabdi kepadanya, dan ia khawatir Damar Wulan akan menjadi tentangan bagi puteranya sendiri, sehingga ia mempekerjakan Damar Wulan sebagai tukang rumput. Walaupun telah dicopoti busana dan perhiasannya yang bagus-bagus, namun ketampanan sang pemotong rumput telah membangkitkan kekaguman yang mendalam bagi rakyat banyak.Desas-desus wacana si tukang rumput yang luar biasa itu terdengar oleh puteri Patih Logender yaitu Anjasmara. Karena mengetahui bahwa Damar Wulan yaitu saudara sepupunya, ia mencarinya secara diam-diam, mereka saling jatuh cinta serta menikah secara tidak resmi.
Pada suatu malam saudara Anjasmara mengetahui ketika mereka sedang bercinta, maka mereka mencoba membunuh Damar Wulan tetapi tidak berhasil dan mereka melapor pada orang tuanya. Dengan murka Patih Logender menuntut semoga Damar Wulan dieksekusi di penjara.
Pada suatu ketika ancaman menimpa kerajaan Majapahit. Dalam sepucuk surat Raja Blambangan melamar raja puteri. Lamaran ditolak dan sebagai tantangannya Menak Jingga menantang perang. Tentara Majapahit dikalahkan satu persatu, kerajaan Majapahit terancam oleh pasukan Menak Jingga.Raja Puteri mengumukan bahwa siapa saja yang bisa membunuh Menak Jingga serta membawa kepalanya akan menjadi suaminya. Damar Wulan dipercaya oleh raja puteri untuk melawan Menak Jingga.
Akhirnya Damar Wulan berhasil memenggal kepala Menak Jingga serta mempersembahkan kepala Menak Jingga kepada raja puteri, kemudian Damar Wulan dinobatkan sebagai raja Majapahit dan memperistri raja puteri.
j. Langen Mandrawanara (Yogyakarta)
Secara harfiah kata Langen berarti pertunjukan atau hiburan, Mandra berarti lembut, dan Wanara berarti kera. Langen Mandrawanara merupakan drama tari opera yang membawakan lakon dari wiracarita Ramayana. Kehadiran genre gres ini pada tahun 1890 dipacu oleh adanya larangan mempergelarkan tari yang berasal dari keraton Yogyakarta di luar tembok istana. Adipati Danureja VII mencipta sebuah dramatari yang berbeda dengan wayang wong, baik dari segi teknik tari maupun dialog. Para penari pada tarian ini menggunakan posisi jongkok, sedangkan obrolan yang digunakan menggunakan tembang/nyanyian macapat. Langen Mandrawanara hanya memberikan dongeng dari epos Ramayana.
k. Wayang Wong
Wayang Wong yang secara harfiah berarti pertunjukan teater tari yang penampilannya dibawakan oleh manusia, merupakan dramatari Jawa yang berdialog prosa liris yang usianya sudah sangat tua. Berita wacana adanya pertunjukan wayang wong sudah terekam dalam prasasti Jawa kuna pada tahun 930 yaitu prasasti Wimalasrama. Untuk mendapat citra wacana bentuk pertunjukannya sulit menduganya. Hanya menurut dongeng yang dibawakan oleh Maha Barata dan Ramayana, alasannya yaitu wiracarita yang dikenal oleh masyarakat Jawa pada waktu itu yaitu dua wiracarita. Tradisi pertunjukan ini berlanjut pula pada jaman Majapahit. Ketika kerajaan Majapahit yang masyarakatnya beragama Hindu terdesak oleh kerajaan Islam pada simpulan era 15, banyak bangsawan, seniman, tokoh agama, serta lainnya yang tidak mau memeluk agama Islam, kemudian mereka melarikan diri ke Bali atau kawasan pegunungan di Tengger bahkan ada yang di lereng Merbabu.
Bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Jawa Timur mengalir kebudayaan Jawa kuna, di antaranya Wayang Wong.Di kalangan masyarakat Jawa pertunjukan Wayang Wong yang hingga kini masih dipertunjukkan berasal dari pertengahan era ke 18.
Dramatari Jawa berdialog prosa liris itu semakinberkembang, baik di Yogyakarta dan Surakarta. Wayang Wong gaya Yogyakarta dikatakan merupakan ciptaan Sultan Hamengkubuwono I.
Wayang Wong di Surakarta lahir pada jaman pemerintahan Sri Mangkunagara I. Di lingkungan istana, Wayang Wong digelar di pendapa, sedang di luar istana banyak digelar di panggung procenium dan bahkan telah menggunakan prasarana yang lengkap.
Wayang Wong dari Mangkunagaran, yang semula yaitu tari istana, kini menjadi sebuah pertunjukan seni komersial. Grup-grup wayang orang ibarat Ngesti Pandawa di Semarang, rombongan Sriwedari yang lebih renta di Solo, memanggungkan lakon-lakon tradisional bagi umum.
Produksi-produksi dari asosiasi tari amatir yang kerap kali dilatih oleh para kerabat bangsawan, lebih murni gaya dan yang dipertunjukkan di pendapa, tetap lebih bertahan akan kualitas dibandingkan pertunjukan-pertunjukan istana.
Berikut teladan tari kelompok :
Gambar 59. Tari Gandrung dari Banyuwangi Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
Gambar 60. Sendratari Ramayana pada adegan Rama dihadap oleh Anoman. Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
Gambar 61. Sendra tari Ramyana pada adegan Rama Sita dan Leksmana Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
Gambar 62. Sendratari Ramayana pada adegan Rama Laksaman dan burung Jatayu Merupakan bentuk penyajian tari kelompok. |
Gambar 63. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian tari Kecak merupakan bentuk penyajian tari kelompok dari Bali |
Gambar 64. Bentuk penyajian tari kelompok dakam sajian garapan tari putri dari Bali |
Gambar 65. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian Wayang Wong gaya Yogyakarta pada adegan Bathara Endra tiba menghadap Bathara Guru di Kahyangan Juggring salaka dalam lakon Mintaraga. |
Gambar 66. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian Wayang Wong gaya Yogyakarta pada adegan Bathara Guru di Kahyangan Juggring salaka dalam lakon Mintaraga. |
Gambar 67. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian garapan komposisi tari kreasi baru |
Gambar 68. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian tari tradisional |
Gambar 69. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian garapan tari kreasi baru |