Tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang mempunyai media ungkap/substansi gerak, dan gerak yang terungkap yaitu gerak manusia. Karena tari yaitu seni, maka walaupun substansi dasarnya yaitu gerak, tetapi gerak-gerak di dalam tari itu bukanlah gerak realistis/keseharian, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif. Gerak ekspresif ialah gerak yang indah, yang sanggup menggetarkan perasaan manusia. Adapun gerak yangindah ialah gerak yang distilir, yang di dalamnya mengandung ritme tertentu. Kata indah di dalam dunia seni yaitu identik dengan bagus, yang oleh John Martin diterangkan sebagai sesuatu yang memperlihatkan kepuasan batin manusia. Kaprikornus bukan hanya gerak-gerak yang halus saja yang sanggup indah, tetapi gerak-gerak yang keras, kasar, kuat, dan penuh dengan tekanan-tekanan serta absurd pun sanggup merupakan gerak yang indah.
Berikut ini ada beberapa definisi perihal tari yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
a. Kamaladevi Chatopadhayaya (seorang hebat tari dari India) mengemukakan: “Tari sanggup dikatakan sebagai suatu instinct, suatu desakan emosi didalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari lisan pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar yang ritmis yang usang kelamaan nampak mengarah kepada
bentuk-bentuk tertentu”.
b. Corrie Hartong (ahli tari dari Belanda) mengemukakan: “Tari yaitu gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari tubuh di dalam ruang”.
c. Pangeran Suryodiningrat (ahli tari Jawa) mengemukakan: “Tari yaitu gerakan-gerakan dari seluruh pecahan tubuh insan yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu”.
d. DR.J.Verkuyl mengemukakan: “Tari yaitu gerakan-gerakan tubuh dan anggota-anggotanya yang disusun sedemikian rupa sehingga berirama”.
e. Walter Sarrel, mengemukakan: “Tari yaitu gerakan-gerakan tubuh yang seimbang berdasarkan irama tertentu dan dalam tempat tertentu”
Definisi-definisi di atas mengungkapkan bahwa seni yaitu lisan dan elemen dasar dari tari yaitu gerak dan ritme.
Tari lahir gotong royong dengan lahirnya insan di dunia. Mereka hidup secara kumulatif dan didukung oleh masyarakat serta lingkungannya, berkembang searah dengan keadaan alam dan perkembangan jaman dari tahun ke tahun yang ditandai dengan perjalanan jaman yaitu dari jaman primitif hingga jaman kini ini.
Periodesasi tari di Indonesia dimulai dari jaman primitif, jaman feodal, dan jaman modern.
2. Periodesasi Tari Di Indonesia
a. Jaman Masyarakat Primitif
Jaman primitif mencakup jaman kerikil dan jaman logam, dimana kehidupan insan masih sangat dipengaruhi oleh kekuatan alam sekitarnya yang bersifat magis, sehingga tari-tariannya bersifat magis dan sakral. Pada jaman batu ada beberapa peninggalan berupa karya seni yang diwariskankepada keturunan mereka berupa bayangan-bayangan tipis dari tangan mereka. Adapun bayangam tangan tersebutmenekankan padajari-jari mereka yang terentang pada permukaan batu, memoleskan cat merah disekitarnya, dan terciptalah bentuk-bentuk cetakan yang tahan lama. Susunan yang tidak keruan dari siluet tangan pada dinding-dinding gua tampak menyerupai hiruk pikuk. Pada dinding gua juga ditemukan bekas cetakan kaki, beberapa bentuk insan dan binatanglaut, serta banyak gejala atau simbol, diantaranya sebuah gambar bulan sabit dan desain-desain lainnya yang kurang dikenal.
Berdasarkan uraian di atas, mengambarkan bahwa ciptaan karya seni pada jaman primitif masih dilestarikan hingga ketika ini, demikian juga karya-karya tari. Tari-tarian pada jaman primitif menekankan pada upacara-upacara etika maupun penyembahan. Soedarsono mengatakan bahwa pada orang-orang Mimika terdapat panggung yang disebut Mbii Kawane yang khusus untuk mementaskan dramatari topeng, yang merupakan upacara penyembahan kepada arwah nenek moyang. Berasarkan hal tersebut, topeng dijadikan media untuk upacara dalam menjalin hubungan dengan arwah nenek moyang.
Topeng sudah ada dan telah dikenal oleh masyarakat semenjak jaman primitif, hal itu ditegaskan oleh pendapat Curt Sachs yang menyampaikan bahwa topeng mempunyai akar pokok dalam kebudayaan Totem. Dijelaskan bahwa bentuk lukisan sebagian menggambarkan insan dan sebagian mewujudkan hewan, sanggup dilihat pada lukisan di dalam gua-gua. Selain topeng berakar pada kebudayaanTotem, topeng juga berakar dari tari-tarian primitif dalam upacara suci, menyerupai contohnya topeng yang terdapat pada suku Dayak Kalimantan Selatan dan Tengah yang dipakai dalam upacara tiwahsebagai penutupan upacara pelayatan. Sehubungan dengan topeng Lelyveld berpendapat, topeng purba diberi tekanan pada pertunjukan magis untuk menghormati arwah-arwah, yang merupakan pecahan tata upacara animistik dalam masyarakat Jawa Kuna.
Tari primitif bersifat magis atau sakral dan berciri khas sederhana. Apabila ditinjau dari terminology, primitif berasal dari kata primus (bahasa latin) yang berarti pertama. Dengan demikian tarian ini sanggup dikatakan tarian yang paling bau tanah umurnya. Bahkan sanggup dikatakan bahwa tarian primitif telah ada semenjak insan ada di dunia ini, atau boleh dikatakan hampir seumur manusia.
Kehidupan masyarakat primitif dalam kehidupannya sehari hari di pimpin oleh roh-roh nenek moyang yang telah mati yang dipercaya tinggal di gunung-gunung. Mereka menganggap bahwa roh-roh itulah yang tinggal di sumber-suber sungai yang tersembunyi, yang tanpa air, dan tak ada padi yang tumbuh. Mereka yaitu pendiri dari komunitas desa, mereka menegakkan etika kebiasaan serta menjaga pertumbuhannya. Nenek moyang ini juga mengatur sumber-sumber kekuatan hidup magis, kekuatan yang menimbulkan bukan saja hidup manusia, tetapi juga hidup binatang dan tumbuhan, bahan, bahkan komunitas insan fluidum yang misterius yang tanpa ia, tak mungkin ada kemakmuran.
Pada jaman primitif terutama di pecahan timur dari kepulauan Indonesia, tanah leluhur diduga ada di seberang laut, dari roh-roh si mati dipercaya mengadakan perjalanan ke sana dengan perahu. Puncak-puncak gunung juga dipercaya secara luas sebagai tempat tinggal para tuhan dan roh-roh leluhur. Juga gunung-gunung berapi yang tinggi dipandang mempunyai kehidupan serta roh mereka sendiri, dan mereka dihormati.
Gambar 1. Tari pada jaman primitif Gerakan sederhana sebagai ciri khas tari, dengan depakan kaki |
b. Jaman Masyarakat Feodal
1) Jaman Indonesia Hindu
Jaman Indonesia Hindu dimulai semenjak datangnya pedagang-pedagang dari India yang kemudian menetap di Indonesia. Budaya India kemudian mempengaruhi budaya Indonesia. Salah satunya yaitu seni tari yang merupakan salah satu pecahan yang penting dalam upacara keagamaan pada jaman Hindu. Sebagai bukti sanggup dilihat pada relief-relief yang terdapat pada candi yang menggambarkan penari-penari yang sedang menari. Pada Jaman Hindu ditandai dengan kerajaan Hindu tersebar di Jawa dan Sumatra, serta di Kutai Kalimantan Timur dan Taruma di Jawa Barat pada era ke 5, serta Kerajaan Sriwijaya kuna di Sumatra Selatan pada era ke 7.
Kebudayaan Jawa Hindu mencapai puncak di Jawa tengah pada era ke 7 hingga era ke 10. Hal tersebut ditandai dengan adanya dua dinasti yang memerintah dan mereka bersaing, yaitu Buddhis dan Shiwait antara era ke 8 dan tamat era ke 10. Para penyebar Budhisme yaitu dinasti Syailendra (secara harafiah berarti yang dipertuan dari gunung), kemudianmengembangkan kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera dan menjadi kerajaan Raya. Kerajaan dari dinasti Shiwait yang mengggantikan dinasti Syailendra di Jawa dikenal sebagai Mataram.
Di Jawa Timur kurang lebih pada era ke 10 hingga era ke 16 dalam pemerintahan Raja Sendok, Dharmawangsa dan Airlangga (929-1047), muncul tiga kerajaan timbul secara bergantian sebagai sentra kerajaan di Jawa Timur, yaitu Kediri, Singasari, dan Majapahit, yang melebarkan kekuasaan hingga
meliputi bagian-bagian lain dari kepulauan, serta memberi efek berpengaruh pada perkembangn seni tari di Bali. Pada Jaman Kediri (abad XII), pertunjukan tari topeng berkembang di dalam istana dengan istilah wayang wong, atapukan, patapelan dan raket. Cerita yang dipergunakan dalam pertunjukan topeng pada jaman Kediri menggunakan dongeng Mahabarata dan Ramayana. Sehubungan dengan hal tersebut Poerbotjaroko memberi klarifikasi bahwa dongeng Ramayana dan Mahabarata berkembang pada jaman Kediri. Pada jaman itu banyak dongeng yang bersumber dari Ramayana dan Mahabarata, antara lain Gathukatjasraya, Ardjunawiwaha, dan Kresnayana. Pada jaman Majapahit pertunjukan tari topeng juga dikenal dengan istilah atapukan, patapelan dan raket. Pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk permainan topeng mengalami perkembangan dengan baik. Hal itu sanggup dilihat dari pertunjukan topeng yang dipentaskan di dalam istana untuk kepentingan pesta kerajaan Majapahit yang ditarikan sendiri oleh Prabu Hayam Wuruk. Hal itu dipertegas oleh Mulyana dalam Nagara Kertagama yang menceriterakan bahwa Prabu Hayam Wuruk tampil ke depan untuk menari panjak.Adapun syairnya antara lain berbunyi, “Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak. Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa. Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyikan lagu. Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati”. Kehidupan tari topeng tidak sanggup berkembang dengan baik, sepeninggal Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1939, dikarenakan sepeninggal Prabu Hayam Wuruk di Majapahit terjadi kericuhan yang berkisar pada persoalan perebutan tahta kerajaan. Keadaan demikian menimbulkan suramnya Majapahit.
Pada tahun 1478 M kekuasaan tahta kerajaan Majapahit sanggup direbut kembali oleh Dyah Girindra Wardana dengan menewaskan Kerta Bumi yang ditandai dengan sengkalan ”Sirna ilang Kertaning Bumi” atau tahun 1400 Saka. Para penulis tradisi beropini bahwa Majapahit runtuh diakibatkan serangan R. Patah dari Demak pada tahun 1478 M. Runtuhnya Majapahit juga disebabkan oleh faktor politik yaitu peranan agama Islam yang menimbulkan takluknya Majapahit oleh kerajaan Demak.
Dengan runtuhnya kerajaan Majapahit bukan berarti bahwa tari topeng tidak sanggup berkembang. Soedarsono menyampaikan bahwa pada jaman Demak, Pajang dan Mataram dramatari topeng masih tetap mengalami perkembangan yang baik. Pendapat di atas sanggup dibuktikan, bahwa pada Susuhunan Mangkurat I setiap hari Sabtu diselenggarakan pertunjukan tari, di antaranya badut. Badut merupakan pertunjukan komedi yang penarinya menggunakan topeng .
Pada jaman Hindu, seni tari merupakan salah satu pecahan yang penting dalam upacara keagamaan. Sebagai bukti sanggup dilihat pada relief-relief yang terdapat pada candi yang menggambarkan penari-penari yang sedang menari. Bukti tarian yang ada pada jaman Hindu dilukiskan dalam tiga urutan yang berbeda dari relief tinggi di candi Shiva. Di sekeliling tubuh bawah ada 24 penjaga mata angin (lokapala). Beberapa tuhan yang duduk ini diapit oleh para pelayan. Seri lain yang dipahatkan di dinding luar dari balustrade terdiri dari 62 penari dan musisi kawangan. Rasa gerak yang hidup dan kadang kala sikap-sikap yang penuh kegembiraan, berdasarkan pada momen-momen penting populer dalam tarian Shiva, begitu pentingnya momen tersebut hingga seluruh candi seperti tercekam oleh ritme-ritme tari mereka. Setiap kelompok penari yang berhenti, diselingi dengan sekelompok tiga makhluk kahyangan yang berpose dalam sikap-sikap yang indah dan halus. Akhirnya sepanjang sisi dinding candi yang membentuk galeri dari kaki candi, dipahatkan dongeng perihal Ramayana hingga ketika ketika pasukan simpanse yang dipimpin oleh Hanuman menyeberangi samudera ke langka.
2) Jaman Indonesia Islam
Pada awal era ke 16 kesultanan-kesultanan di pantai Jawa utara merebut kekuasaan Majapahit, di pantai Jawa Barat para Sultan Banten berbagi kekuasaannya. Menjelang tamat era ke 16 di Jawa Tengah, sebuah dinasti Muslim menghidupkan kembali Mataram sebagai kesultanan. Pada era ke 18, ketika kekuasaan Belanda menyusup, Mataram yang telah menjadi kecil di bagi menjadi kerajaan Surakarta dan Yogyakarta, yang secara umum melestarikan kekuasaan secara nominal.Peninggalan seni tari pada jaman Islam di Jawa sanggup dijumpai pada kitab-kitab babad. Di dalam kitab babad disebutkan bahwa apabila raja sedang keluar ke Balairung, beliau selalu diiringiManggung Bedaya dan Srimpi. Manggung yaitu abdi perempuan yang tugasnya membawa benda-benda pusaka, Bedaya dan Srimpi yaitu penari istana yang bertugas menghibur raja.Menjelang tamat era ke 16 di Jawa Tengah sebuah dinasti muslim menghidupkan kembali Mataram sebagai kesultanan. Jaman Kerajaan Mataram merupakan kerajaan terbesar di Indonesia. Salah satu tarian pada waktu itu yaitu Bedaya Ketawang. Bedaya Ketawang yaitu tarian yang ditarikan oleh 9 penari perempuan yang menggambarkan pertemuan Sultan Agung dengan Ratu Kidul.
Pada Jaman Islam tarian menerima perhatian yang besar dan mengalami perkembangan yang baik di istana-istana raja dan bangsawan. Hal ini tidak mengherankan lantaran kaum raja dan darah biru ketika itu menjadi penguasa dan paling kaya di dalam lapisan masyarakat. Adapun peninggalan-peninggalan tarian antara lain tari Jawa Timur, Tari Jawa gaya Yogyakarta, tari Jawa gaya Surakarta, Tari Bali, Tari Sunda, tari Sumatra, tari Sulawesi.
Gambar2. Tari Bedhaya yang merupakan peninggalan tari pada jaman Islam |
Gambar3. Tari Srimpi yang merupakan peninggalan tari pada jaman Islam |
Gambar4. Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang merupakan tarian pada jaman Islam |
Tari modern mulai banyak disebut orang pada tahun 1945 an, untuk menandai lahirnya repertoar-repertoar tari modern yang masih bersumber pada tari tradisi. Kata modern/kreasi itu sendiri artinya hasil daya cipta, hasil daya khayal sebagai buah pikiran atau kecerdasan nalar manusia. Tari modern sebagai cetusan kemauan yang bebas untuk sanggup menentukan dan menentukan sendiri sesuai dengan identitas, sehingga tari mengalami perkembangan yang lebih maju.
Di Bali pembaruan dirintis oleh I Ketut Mario pada tahun dua puluhan. Di Jawa Tengah pembaharuan dipelopori oleh Hamengkubuwono IX yaitu sultan Yogyakarta, sedang pada tahun lima puluhan dipelopori oleh Wisnu Wardana dan Bagong Kussudiharjo. Di Jawa Barat pada jaman sebelum perang dipelopori oleh Tjetje Sumantri. Di kota metropolitan Jakarta lantaran tidak banyak terikat oleh tradisi daerah, kehidupan pembaharuan tari sanggup menerima tempat yang layak dan lebih baik, kalau dibandingkan dengan tempat lain di Indonesia. Di Jakarta muncul koreografer menyerupai Sardono, Huriah Adam, Sampan Hismanto, Faridha Syuman dan sebagainya.
Pada jaman masyarakat modern perkembangan seni tari di Bali mengalami proses pembaharuan tari, sama menyerupai di Jawa. Terutama pada jaman peralihan dari kerajaan menjadi republik, dimana raja sudah tidak lagi berkuasa lagi. Di Bali terdapat Banjar yang mempunyai fungsi yang penting dalam seluruh penataan hidup dan kehidupan di masyarakat. Banjar sebagai suatu organisasi pemerintahan kecil resmi di desa, dan mempunyai organisasi khusus yang disebut Seka yang mempunyai kewajiban gotong royong melakukan tari-tarian pada pelaksanaan upacara keagamaan, maupun adat.
Pada jaman kemerdekaan tari di Indonesia sudah dianggap sebagai cabang kesenian yang bangkit sendiri serta mempunyai pembaharuan-pembaharuan dalam penyajian tari. Apabila ditinjau dari alur perkembangan sejarah budaya dari jaman ke jaman, pada umumnya perkembangan tarian di Indonesia sama, dan berdasarkan pada struktur sosial masyarakat, lantaran masyarakat sebagai pendukung seni tari itu mengalami proses masa yang dalam garis besarnya sama. Meskipun ada efek geografis maupun adanya perbedaan suku (pribumi), bahasa, etika istiadat dan agama, perbedaan itu tidaklah merupakan perbedaan yang sangat mendasar. Begitu pula perkembangan tari-tarian di pulau Bali, Sumatra, dan Sulawesi sama, dan berdasarkan atas struktur sosial masyarakat.
Gambar5. Tari Kreasi baru merupakan pengembangan dari contoh tradisi dengan pembaruankonsep tari yang mencakup gerak tari, busana tari, contoh lantai, iringan, cerita yang hidup pada jaman modern |
Gambar 6. Tari Kontemporer Merupakan tari modern yang hidup dan berkembang pada jaman modern, yang merupakan percampuran budaya barat dan budaya Indonesia. |