Pada awal kurun 20 inilah istilah teater eksperimental berkembang. Banyak gaya gres yang lahir baik dari sudut pandang pengarang, sutradara, bintang film ataupun penata artistik. Tidak jarang perjuangan mereka berhasil dan bisa menunjukkan efek menyerupai gaya simbolisme, surealisme, epik, dan absurd. Tetapi tidak jarang pula perjuangan mereka berhenti pada produksi pertama. Terlepas dari hal tersebut, perjuangan pencarian kaidah artistik yang dilakukan oleh seniman teater modern patut diacungi jempol alasannya yaitu usaha-usaha tersebut mengantarkan pada keberagaman bentuk lisan dan makna keindahan.
Pementasan teater pasca-modern |
Pengaruh perkembangan teknologi tak pelak juga mempengaruhi penampilan seni teater. Ketika televisi mulai diproduksi massal, seniman mulai berpikir untuk membuat pertunjukan dengan panggung yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga penonton sanggup aktif dan tertarik. Kemunculan televisi memang pada awalnya dianggap mengancam kehidupan panggung, alasannya yaitu pertunjukan di televisi bisa disaksikan tanpa perlu keluar rumah. Selain itu gambar-gambar dalam televisi bisa dimunculkan sedemikian rupa sehingga objek menjadi nampak jelas. Sementara itu di panggung penonton hanya menyaksikan objek atau laris agresi pemain dari satu sisi dan jarak saja.
Atas pemikiran menyerupai ini, Jerzy Growtoski yang juga banyak berguru teater dari Konstantin Stanyslavski membuat konsep pemanggungan teater yang sangat berbeda. Ia membagi panggung menjadi beberapa bab dan menempatkannya di daerah yang berbeda-beda mengitari penonton dan memungkinkan pemain untuk mendekati penonton. Pada ketika pertunjukan teater berlangsung, penonton menjadi sangat aktif,karena harus mengikuti permainan yang berlangsung dari panggung yang berlainan. Meskipun pada karenanya dunia panggung tetap eksis dan bisa hidup berdampingan dengan pertunjukan televisi, namun perjuangan untuk mengantisipasi kemungkinan bergesernya selera penonton pernah dilakukan.
Jerzy Growtowski |
Usaha yang sama dalam bidang yang berbeda pernah dilakukan oleh Vsevolod Meyerhold untuk menyikapi tumbuh kembangnya dunia industri yang melahirkan budaya produktivitas. Budaya yang serba mesin dalam dunia industri membuat insan harus bisa menyesuaikan dirinya jikalau tidak mau karam dalam kemiskinan. Oleh alasannya yaitu itu pada akhirnya, insan yang harus menyesuaikan struktur dirinya, dengan struktur mesin meskipun pada ketika pertama kali mesin diciptakan untuk mendukung struktur hidup manusia. Atas keadaan ini, Meyerhold membuat gaya teater yan disebut dengan konstruktivisme di mana laris para bintang film harus bisa menyesuaikan struktur tata panggung yang ada.
Sketsa rancangan panggung konstruktivis |
Pada abad 20 tidak hanya pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi perkembangan teater, tetapi perang dan politik juga mempunyai peranan yang besar. Dalam situasi perang, insan tidak bisa lagi menikmati pertunjukan dengan tenang. Tidak bisa lagi disuguhi tontonan yang menampilkan kisah-kisah kehidupan yang indah dan menyedot rasa sedemikian rupa sehingga melupakan kenyataan hidup yang sedang dihadapi yakni perang. Kondisi inilah yang disikapi oleh Erwin Pistcator dan Bertolt Brecht yang menggagas gaya pementasan epik dengan tujuan utama menyadarkan penonton akan kenyataan politik yang sedang dialami. Penonton tidak diajak untuk larut dalam pertunjukan, tetapi disadarkan untuk mengambil pelajaran dari pertunjukan tersebut.
Konsep artistik teater sebagai bentuk penyadaran ini pula yang disesuaikan oleh Augusto Boal dengan membuat konsep teater kaum tertindas atau theatre of the oppressed. Dalam pertunjukan teater Boal, penonton pada karenanya bukanlah penonton, tetapi pemain yang lain. Artinya, semua penonton ikut bermain dan pertunjukan teater menjadi sebuah gerakan kesadaran bersama atas apa yang sedang terjadi dan menimpa kehidupan mereka. Penonton disadarkan melalui pertunjukan dan diperbolehkan melontarkan pendapat atas kisah yang sedang dilakukan sehingga tanpa disadari penonton terlibat pribadi dalam pertunjukan tersebut. Ketika semua penonton ikut terlibat, maka gerakan kesadaran bersama tersebut telah tercipta dan teater benar-benar menjadi kehidupan.
Pentas model theater of the oppressed |
Pesatnya pertumbuhan teater kurun 20 karenanya mengarahkan pada pencarian lisan artistik yang lain. Usaha ini mengarahkan teater Barat untuk menuju benua Asia. Mereka banyak berguru dan menggali lisan teater Asia untuk kemudian dikombinasi atau disesuaikan dalam bentuk lisan teater yang baru. Peter Brook yaitu seniman yang cukup populer dalam perjuangan semacam ini. Ia membentuk kelompok teater yang beranggotakan bintang film dari seluruh penjuru dunia termasuk Asia. Salah satu bintang film dari Indonesia yaitu Tapa Sudana dan dari Jepang yaitu Yoshi Oida. Brook mencoba mencari teladan komunikasi dan lisan artistik tanpa terkendala bahasa. Ia menggalinya dari banyak sekali budaya. Dalam salah satu perjuangan pencariannya, ia bersama aktor-aktornya pergi menyusuri Afrika untuk menemukan bentuk lisan dan komunikasi budaya tanpa hambatan bahasa ini (Heilpern, 1989: 5).
Pertunjukan Mahabarata, sutradara Peter Brook |
Salah satu mahakarya Peter Brook yaitu Mahabarata. Sebuah pertunjukan teater dengan mengambil epos populer dari India dan dipentaskan selama kurang lebih 8 jam. Sesuatu perjuangan yang jarang ditemui di benua Eropa. Simbol-simbol lisan Asia coba ia gali dan temukan serta direkreasi ke dalam bentuk lisan gres yang diungkapkan dalam ragam budaya yang berbeda. Hasilnya sebuah pertunjukan yang mengagumkan.
Selain Brook masih ada Eugenio Barba yang dengan penuh semangat meneliti dan menggali elemen-elemen pertunjukan dari Asia. Atas usahanya ini muncullah satu bahasan gres yang disebut sebagai teater antropologi. Penelitiannya di Indonesia menghasilkan struktur dan filosofi gerak atau motif gerak yang berlawanan, tetapi saling menguatkan menyerupai keras dan manis di Bali dan alusan serta gagahandi Jawa. Usaha-usaha yang dilakukan Barba dan para seniman teater modern lain dalam menjelajahi kemungkinan-kemungkinan artistik ini karenanya menghapus batas-batas geografi dan budaya. Semuanya melebur dalam satu kesatuan artistik yaitu seni teater.