ADS

Pengertian, Model Pembelajaran Dan Metode Roleplay

Roleplay  secara harafiah bisa diartikan sebagai berpura-pura menjadi orang lain. Permainan ini mensyaratkan para pemain memainkan tugas khayalan, bekerja sama menyusun dongeng dan memainkan dongeng tersebut. Pemain melaksanakan aksi menyerupai tugas yang dipilih sesuai huruf peran. Keberhasilan pemain memerankan tugas yang dipilih tergantung pada hukum dan sistem yang telah ditentukan sebelum bermain. Permainan akan berjalan sesuai rencana hingga akhir, asalkan tetap mengikuti peraturan yang  ditentukan. Selama permainan berlangsung, para pemain harus berimprovisasi dalam kerangka peraturan yang telah ditetapkan.

Roleplay  diartikan mengacu pada perubahan sikap seseorang untuk menjalankan peran, baik tugas sosial sebagai masyarakat  ataupunperan imajinasi menyerupai di dalam teater. Kamus Oxford mendefinisikan roleplay sebagai perubahan sikap seseorang untuk memenuhi tugas sosial. Sedangkan dibidang psikologi,  roleplay lebih merujuk pada bermain tugas secara umum menyerupai teater atau di dalam metode pembelajaran, berpura-pura menjadi orang lain, untuk menyebutkan jenis permainan (permainan  play-by-mail, permainan belum dewasa (dokter-dokteran,  pasar-pasaran,  polisi-penjahatdan lain-lain)) dan merujuk arti secara khusus kepada permainan peran.

 secara harafiah bisa diartikan sebagai berpura Pengertian, Model Pembelajaran dan Metode Roleplay
Peragaan Roleplay
Permainan  roleplay  diadopsi dari bidang psikologi khususnya psikoterapi atau terapi kejiwaan. Santrock (1995:272) menyatakan roleplay  merupakan aktivitas yang menyenangkan dan dilakukan oleh seseorang atau sekumpulan orang untuk memperoleh kesenangan. Dalam bidang psikologi,  roleplay  merupakan salah satu metode yang dipakai untuk bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar. Santrock juga menyatakan, dengan metode  roleplay akan memungkinkan anak mengatasi putus asa dan merupakan suatu medium bagi hebat terapi untuk menganalisis konflik-konflik dan cara mengatasinya.

Van Fleet (2001) menyatakan  roleplaymerupakan intervensi yang dikembangkan berkaitan dengan penggunaan seperangkat sistem dari metode seorang konselor demi mengoptimalkan kemampuan seseorang.  Roleplay    juga bisa dipakai untuk terapi terhadap seseorang yang mengalami kesulitan dengan dirinya, membuatkan sikap adaptif, mengendalikan diri dari sifat agresif, meningkatkan kemampuan berempati, mengolah emosi seseorang, dan sanggup memecahkan duduk kasus secara efektif dan bijaksana.

Corsini (1996) menyatakan bahwa  roleplaydapat dipakai sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengetahui seseorang dengan cara mengamati perilakunya waktu memerankan tugas secara impulsif terhadap situasi atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Selain itu teknik  roleplaydapat dipakai sebagai media pengajaran melalui proses modeling anggota kelompok. Dengan model pembelajaran  roleplay  akan lebih efektif dalam menguasai keterampilan yang bekerjasama dengan  interpersonal, dengan cara mengamati banyak sekali macam cara dalam memecahkan duduk kasus yang telah ditentukan.

Roleplay dalam dunia pendidikan merupakan salah satu model penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan akseptor didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan ini dilakukan akseptor didik dengan memerankan tokoh hidup dalam kehidupan faktual ataupun sebagai benda mati. Model pembelajaran roleplay  juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Model pembelajaran ini dimulai dengan pengorganisasian kelas secara berkelompok. Masing-masing kelompok memperagakan atau menampilkan skenario yang telah disiapkan guru. Peserta didik diberi kebebasan berimprovisasi namun masih dalam batas skenario yang telah dibentuk guru.

Menurut Akhmad Sudrajad dalam artikel  Pendekatan Pembelajaran(Gogel:2010)  roleplay  merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan relasi antar insan (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan akseptor didik.  Roleplay  ialah homogen permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan sekaligus melibatkan unsur bahagia (Jill Hadfield, 1986). Dalam model pembelajaran  roleplay , akseptor didik dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun dikala itu pembelajaran terjadi di kelas. Model pembelajaran  roleplay  banyak dipakai dalam proses berguru mengajar alasannya model pembelajaran ini sangat menyenangkan.  Roleplay  bisa dilakukan dengan mengikuti obrolan yang telah disusun ataupun bisa berperan bebas sesuai dengan imajinasi pelaku.

Menurut Davies dalam artikel  Role Playing Game(2010), penggunaan model pembelajaran  roleplay  sanggup membantu akseptor berguru dalam mencapai tujuan efektif. Ada empat perkiraan yang mendasari bahwa model pembelajaran ini sejajar dengan model pembelajaran lain, yaitu: 
  1. Menekankan suatu situasi menurut pengalaman ‘di sini dankini’(here and now).
  2. Memberi kemungkinan untuk mengungkapkan perasaan yang tak sanggup dikenali tanpa memainkan tugas orang lain.
  3. Mengansumsikan bahwa emosi dan ilham sanggup diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkat melalui proses kelompok. 
  4. Mengansumsikan bahwa proses psikologis yang tersembunyi berupa sikap, nilai, perasaan, dan sistem akidah sanggup diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi bermain tugas secara impulsif dan kemudian dianalisis.
Roleplay  banyak dipakai dalam bidang psikologi, bidang pendidikan, bidang komunikasi dan kemudian diadopsi oleh teater sebagai metode training calon pemeran. Metode ini mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode lain. Kelebihan metode roleplay adalah:
  1. Media berguru kerjasama antar personal
  2. Media berguru bahasa yang baik dan benar 
  3. Peserta bisa mengambil keputusan dengan cepat dan berekspresi secara utuh 
  4. Media penilaian pengalaman pada waktu permainan berlangsung 
  5. Memberi kesan yang berpengaruh dan tahan usang dalam ingatan 
  6. Memberi pengalaman yang menyenangkan 
  7. Membangkitkan gairah dan semangat optimis dalam diri peserta 
  8. Menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi 
  9. Peserta sanggup menghayati insiden yang berlangsung dengan gampang dan sanggup memetik makna yang terkandung dalam permainan tersebut 
  10. Meningkat kemampuan profesional akseptor

Subscribe to receive free email updates:

ADS